kabar daerah
Newsataloen.com - Nama kecamatan Dewantara mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebahagian masyarakat Indonesia dan manca negara. Karena dikecamatan ini pernah berdiri industri industri raksasa, seperti pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer (AAF), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), pabrik kertas Kraft Aceh (KKA), pelabuhan umum dan bandara Malikulsaleh.
Sejalan hiruk pikuknya kegiatan industri industri tersebut tak heran bila kecamatan yang namanya diambil dari Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional dalam sekejab berobah total. Berbagai sarana dan prasarana terus bermunculan bagi memenuhi kebutuhan pelaku industri.
Namun sayang ditengah gencarnya pembangunan berbagai kebutuhan industri itu masyarakat Dewantara belum siap menerimanya bahkan ketika itu sekolah SMA pun belum terbangun.
Dan wajar bila banyak warga lingkungan ketika itu menjadi penonton, sedikit yang terserap menjadi pegawai. Begitu juga terhadap peredaran uang yang begitu tinggi warga sekitar tidak tahu harus nerbuat apa bagi merawut dolar dari pendatang manca negara.
Sementara terhadap pendatang baik sebagai perancang proyek maupun sebagai pegawai mareka juga sulit untuk mendapatkan barang kebutuhan baik makanan maupun pakaian karena tidak ada restoran ataupun toko yang menyediakan atau menjual barang sesuai standar mareka. Mareka terpaksa berbelanja keluar daerah. Alhasil puluhan milyaran rupiah uang yang beredar tidak tinggal di Dewantara lari keluar daerah.
Beranjak dari pengalaman diatas, penulis coba bertukar pikiran dengan Darwis salah seorang putra Dewantara dan mengaku ikut prihatin dengan kondisi kecamatan Dewantara yang dikeliingi proyek Raksasa bisa tidak maju dan berkembang.
Menurut Darwis diantara yang menjadi prioritas perhatiannya adalah pendidikan, lalu ekonomi,kesehatan, sosial budaya, agama termasuk kelestarian lingkungan yang seharusnya menjadi target pembenahan saat industry indstri besar tersebut masih beroperasi. Target pembenahan dalam upaya menjadikan kecamatan yang bersemboyan“Iman, Ilmu dan Amal" mencapai cita cita.
Darwis menjelaskan juga, dengan ikut berperannya semua elemen masyarakat terhadap tersedianya sarana pendidikan, diharapkan kian mendorong untuk menjadikan Dewantara sebagai pusat pendidikan seperti yang dicita citakan.
Namun pihaknya menyadari untuk mewujudkan semua itu membutuhkan kerja lebih keras dan tidak dapat dilakukan secara sektoral atau parsial.
“Dibutuhkan partisipasi yang tinggi dan simultan dari seluruh pemangku kepentingan dalam memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pembenahan dan penyempurnaan menyeluruh melalui aktivitas nyata dalam menggapai cita cita tersebut. Barangkali dengan potensi yang ada sekarang sudah banyak warga luar daerah berdatangan ke Dewantara menuntut ilmu dan menjadi pegawai industri”, ujar Darwis.
Sementara dalam hal pendataan, kota Krueng Geukueh yang merupakan ibukota kecamatan yang terlihat sembraut, Darwis meminta Pemkab Aceh Utara untuk membenahi sesuai tataran kebijakan kota. Yakni kota Krueng Geukueh yang sudah memiliki rencana induk kota,merupakan panduan rinci menuju kota yang aman, teratur dan bersih dengan mengurangi limbah sampah.
Dalam hal kesehatan masyarakat, Darwis menjelaskan, Dewantara tergolong sudah cukup maju dengan telah berfungsinya sebuah Rumah Sakit Inti Medika (PIM). Puskesmas berstandar Rumah Sakit Tipe D di Desa Ulee Pulo yang didukung sejumlah klinik swasta, praktek dokter, praktek bidan/rumah bersalin, poskesdes, Depot Obat/Apotik dan Posyandu.
Yang membanggakan tambahnya, Dewantara yang berpenduduk sudah lrbih 50 ribu jiwa lebih dengan sekitar 15 ribu KK terbagi atas dua kemukiman
dengan 15 gampong memiliki 14 buah masjid termasuk masjid Al Mujtaba yang sedang di bangun di Simpang KKA desa Uteun Gelinggang dan mesjid termegah di Kabupaten Aceh Utara, yakni masjid Bujang Salem.
Dipaparkan juga tentang kondisi Kota Krueng Geukueh yang dirasakan sudah sangat sempit hingga sulit untuk menertipkan terutama kalangan pedagang kaki lima (PKL) serta lahan parkir untuk mini bus labi labi yang sekarang diparkir disembarang tempat perlu perhatian serius Dinas terkait.
Sementara sarana pendidikan di Dewantara sekarang ini tergolong maju pesat mulai tingkat TK/RA/PAUD, SSB, SD, SLTP, SLTA,dan Pasantren/Dayah. Di Dewantara juga sudah berdiri Perguruan Tinggi yaitu Universitas Malikussaleh Negeri (Unima) dan Dayah Modern Shamsuddhuha Cot Murong. Demikian Darwis.
(Usman Cut Raja)
,
$Mengenal Kecamatan Dewantara
Newsataloen.com - Nama kecamatan Dewantara mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebahagian masyarakat Indonesia dan manca negara. Karena dikecamatan ini pernah berdiri industri industri raksasa, seperti pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer (AAF), PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), pabrik kertas Kraft Aceh (KKA), pelabuhan umum dan bandara Malikulsaleh.
Sejalan hiruk pikuknya kegiatan industri industri tersebut tak heran bila kecamatan yang namanya diambil dari Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional dalam sekejab berobah total. Berbagai sarana dan prasarana terus bermunculan bagi memenuhi kebutuhan pelaku industri.
Namun sayang ditengah gencarnya pembangunan berbagai kebutuhan industri itu masyarakat Dewantara belum siap menerimanya bahkan ketika itu sekolah SMA pun belum terbangun.
Dan wajar bila banyak warga lingkungan ketika itu menjadi penonton, sedikit yang terserap menjadi pegawai. Begitu juga terhadap peredaran uang yang begitu tinggi warga sekitar tidak tahu harus nerbuat apa bagi merawut dolar dari pendatang manca negara.
Sementara terhadap pendatang baik sebagai perancang proyek maupun sebagai pegawai mareka juga sulit untuk mendapatkan barang kebutuhan baik makanan maupun pakaian karena tidak ada restoran ataupun toko yang menyediakan atau menjual barang sesuai standar mareka. Mareka terpaksa berbelanja keluar daerah. Alhasil puluhan milyaran rupiah uang yang beredar tidak tinggal di Dewantara lari keluar daerah.
Beranjak dari pengalaman diatas, penulis coba bertukar pikiran dengan Darwis salah seorang putra Dewantara dan mengaku ikut prihatin dengan kondisi kecamatan Dewantara yang dikeliingi proyek Raksasa bisa tidak maju dan berkembang.
Menurut Darwis diantara yang menjadi prioritas perhatiannya adalah pendidikan, lalu ekonomi,kesehatan, sosial budaya, agama termasuk kelestarian lingkungan yang seharusnya menjadi target pembenahan saat industry indstri besar tersebut masih beroperasi. Target pembenahan dalam upaya menjadikan kecamatan yang bersemboyan“Iman, Ilmu dan Amal" mencapai cita cita.
Darwis menjelaskan juga, dengan ikut berperannya semua elemen masyarakat terhadap tersedianya sarana pendidikan, diharapkan kian mendorong untuk menjadikan Dewantara sebagai pusat pendidikan seperti yang dicita citakan.
Namun pihaknya menyadari untuk mewujudkan semua itu membutuhkan kerja lebih keras dan tidak dapat dilakukan secara sektoral atau parsial.
“Dibutuhkan partisipasi yang tinggi dan simultan dari seluruh pemangku kepentingan dalam memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pembenahan dan penyempurnaan menyeluruh melalui aktivitas nyata dalam menggapai cita cita tersebut. Barangkali dengan potensi yang ada sekarang sudah banyak warga luar daerah berdatangan ke Dewantara menuntut ilmu dan menjadi pegawai industri”, ujar Darwis.
Sementara dalam hal pendataan, kota Krueng Geukueh yang merupakan ibukota kecamatan yang terlihat sembraut, Darwis meminta Pemkab Aceh Utara untuk membenahi sesuai tataran kebijakan kota. Yakni kota Krueng Geukueh yang sudah memiliki rencana induk kota,merupakan panduan rinci menuju kota yang aman, teratur dan bersih dengan mengurangi limbah sampah.
Dalam hal kesehatan masyarakat, Darwis menjelaskan, Dewantara tergolong sudah cukup maju dengan telah berfungsinya sebuah Rumah Sakit Inti Medika (PIM). Puskesmas berstandar Rumah Sakit Tipe D di Desa Ulee Pulo yang didukung sejumlah klinik swasta, praktek dokter, praktek bidan/rumah bersalin, poskesdes, Depot Obat/Apotik dan Posyandu.
Yang membanggakan tambahnya, Dewantara yang berpenduduk sudah lrbih 50 ribu jiwa lebih dengan sekitar 15 ribu KK terbagi atas dua kemukiman
dengan 15 gampong memiliki 14 buah masjid termasuk masjid Al Mujtaba yang sedang di bangun di Simpang KKA desa Uteun Gelinggang dan mesjid termegah di Kabupaten Aceh Utara, yakni masjid Bujang Salem.
Dipaparkan juga tentang kondisi Kota Krueng Geukueh yang dirasakan sudah sangat sempit hingga sulit untuk menertipkan terutama kalangan pedagang kaki lima (PKL) serta lahan parkir untuk mini bus labi labi yang sekarang diparkir disembarang tempat perlu perhatian serius Dinas terkait.
Sementara sarana pendidikan di Dewantara sekarang ini tergolong maju pesat mulai tingkat TK/RA/PAUD, SSB, SD, SLTP, SLTA,dan Pasantren/Dayah. Di Dewantara juga sudah berdiri Perguruan Tinggi yaitu Universitas Malikussaleh Negeri (Unima) dan Dayah Modern Shamsuddhuha Cot Murong. Demikian Darwis.
(Usman Cut Raja)
,
Via
kabar daerah
Post a Comment