ekonomi
Catatan: Usman Cut Raja
Komoditas hasil bumi Aceh sudah sangat terkenal sejak jaman Sultan hingga Belanda, Perancis tergiur ingin merebut Aceh. Bahkan hingga Indonesia merdeka dan Aceh menjadi propinsi hasil bumi tetap andalan. Sebut saja sayuran seperti kentang, kol, kacang tanah, kunyit segar, cengkeh, dan kelapa mulai resmi memasuki pasar produk hasil pertanian di Malaysia.
Informasi tersebut di ketahui dari dua perusahaan ekspor asal Aceh, yaitu PT Pandu Buana Nusantara dan PT Keluarga Mangat Sabe pada tahun 2014 saat melakukan ekspor produk pertanian perdananya ke Portklang, Malaysia melalui Pelabuhan Krueng Geukuh, Aceh Utara,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh kala itu, Safwan di sela-sela acara Rakor Perindag di Jakarta.
Adapun jenis produk pertanian yang diekspor kedua perusahaan eksportir pertanian itu, sebut Safwan terdiri atas kentang, kubis atau kol sebanyak 25 ton, kunyit segar, kemiri, kacang tanah dan cengkeh sebanyak 10 ton, kelapa bulat sebanyak 100.000 butir.
Produk hasil pertanian dari Aceh itu diekspor ke Pelabuhan Portklang, Malaysia menggunakan kapal barang KLM Tanjung Harapan ETD,
Eskpor hasil pertanian yang dilakukan kedua eksportir itu, merupakan ekspor perdana produk hasil pertanian dari Aceh yang diekspor dari Pelabuhan Krueng Geukuh ke Porklang, Malaysia, setelah keluarnya Permendag Nomor 61 tahun 2013.
Safwan mengatakan, kegiatan ekspor yang dilakukan dua perusahaan tersebut hendaknya diikuti oleh pengusaha eksportir lainnya. Menurutnya, pedagang pengumpul produk pertanian dan perkebunan, bisa melakukan hal serupa, jika mau bersatu. Sumber: bkp2.acehprov.go.id
Menurut Safwan, menjual barang melalui Pelabuhan Krueng Geukuh ke Malaysia atau Pelabuhan Kuala Langsa di Langsa, bisa memberikan nilai tambah bagi pedagang pengumpul. Pedagang bisa mengetahui, langsung harga jual di Malaysia, harganya juga sudah tentu lebih tinggi dari harga di Medan.
Sejak Gunung Api Sinabung, di Tanah Karo, meletus tahun 2013, sejumlah pengusaha importir hasil pertanian di Malaysia datang ke Aceh untuk mencari produk hasil pertanian yang bisa diekspor ke negaranya.
Tidak hanya dari kalangan pengusaha Malaysia, tapi Menteri Pertanian dan Dubesnya yang ada di Jakarta juga berkunjung ke Aceh, untuk hal yang sama.
Pemilik kapal, Husyn Abi Isma mengatakan, peluang pasar produk hasil pertanian Aceh ke Malaysia, sangat besar. Malaysia, memang punya areal pertanian, tapi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, masih harus diimpor dari Thailand, Vietnam, dan sebagian dari Tanah Karo, Sumut.
Penurunan produk pertanian di Tanah Karo, akibat dampak meletusnya Gunung Api Sinabung, merupakan peluang pasar yang cukup bagus bagi petani kentang, kol, wortrel, tomat, buncis, sawi, dan produk pertanian lainnya dari Bener Meriah, Aceh Tengah dan daerah lainnya, untuk memasarkan hasil pertaniannya ke Malaysia.
Malaysia, menurut Husyn Abi Isma, sangat membutuhkan barang-barang tersebut dalam jumlah yang besar. Kebutuhan sayurannya sangat besar dan selama ini diisi dari Thailand, Vietnam dan Tanah Karo.
Setelah orang Malaysia, mengetahui kondisi Aceh, sudah kondusif dan mereka juga mengetahui produksi sayuran dari Tanah Karo, saat ini sudah menurun, dampak negatif dari meletusnya Gunung Api Sinabung, pengusaha di Malaysia mengalihkan impor sayurannya ke Aceh.
Importir sayur dari Malaysia, datang ramai-ramai ke Aceh, untuk mencari mitra dagangnya yang bisa memenuhi permintaan kebutuhan sayuran yang bisa diimpor ke negaranya.
Husyn Abi Isma mengatakan, berani mendatangkan kapal tongkang berkapasitas 500-1.000 ton ke Pelabuhan Krueng Geukuh, karena importir sayur di Malaysia, sudah melakukan kontak dagang dengan sejumlah pedagang pengumpul sayur di Aceh.
Meski demikian, kata Husyn Abi Isma, konsumen dan pedagang ecer sayur di Malaysia, sangat cerdas, sayur berkualitas rendah, tidak akan mereka beli. Untuk itu, petani sayur di Aceh, harus bisa menghasilkan produk pertanian yang berkualitas, bergizi tinggi, nonpestisida dan bisa tahan lama.
Sementara itu, untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas di Aceh diperlukan dukungan Pemerintah melalui penyulihan teknis seperti pelaksanaan penyuluhan dan peremajaan bibit kentang, kol, wortel, sawi, buncis, tomat, cabai merah, cabai rawit, mutlak dilakukan Pemerintah Aceh.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh, bersama Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Aceh, serta Balai Pengembangan Bibit Unggul Produk Pertanian harus turun ke pelosok pelosok untuk membantu petani bagi mendapatkan bantuan bibit kol, kentang, wortel, buncis dan lainnya yang berkualitas.
Tanpa bibit yang berkualitas, mustahil produk hasil pertanian yang dihasilkan, bisa berkualitas tinggi. Tapi sebaliknya, jika bibitnya berkualitas dan pemanenannya dilakukan dengan benar, sesuai standarnya, maka produk pertaniannya dijamin berkualitas dan nilai jualnya jadi mahal.
Moto ini harus menjadi pedoman bagi pemerintah Aceh dan petaninya, kalau produk hasil pertaniannya, ingin mendapat pasar yang luas dan harga yang baik di Malaysia.
Karenanya Pelabuhan Krueng Geukueh harus dibuka kembali sebagai jalur impor ekspor terutama untuk komunitas hasil bumi yang melimpah.
Catatan Media ini saat PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) masih beroperasi gencar dilakukan impor ekspor hasil pertanian Aceh melalui pelabuhan Krueng Geukueh, Pertanyaannya sekarang pelabuhan Kruenggeukueh sudah dikelola oleh PT Pupuk Iskandar Muda kenapa tidak dilanjutkan demi kesejahteraan petani dan terserap tenaga kerja Aceh
Komoditas Hasil Bumi Aceh Melimpah
Catatan: Usman Cut Raja
Komoditas hasil bumi Aceh sudah sangat terkenal sejak jaman Sultan hingga Belanda, Perancis tergiur ingin merebut Aceh. Bahkan hingga Indonesia merdeka dan Aceh menjadi propinsi hasil bumi tetap andalan. Sebut saja sayuran seperti kentang, kol, kacang tanah, kunyit segar, cengkeh, dan kelapa mulai resmi memasuki pasar produk hasil pertanian di Malaysia.
Informasi tersebut di ketahui dari dua perusahaan ekspor asal Aceh, yaitu PT Pandu Buana Nusantara dan PT Keluarga Mangat Sabe pada tahun 2014 saat melakukan ekspor produk pertanian perdananya ke Portklang, Malaysia melalui Pelabuhan Krueng Geukuh, Aceh Utara,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh kala itu, Safwan di sela-sela acara Rakor Perindag di Jakarta.
Adapun jenis produk pertanian yang diekspor kedua perusahaan eksportir pertanian itu, sebut Safwan terdiri atas kentang, kubis atau kol sebanyak 25 ton, kunyit segar, kemiri, kacang tanah dan cengkeh sebanyak 10 ton, kelapa bulat sebanyak 100.000 butir.
Produk hasil pertanian dari Aceh itu diekspor ke Pelabuhan Portklang, Malaysia menggunakan kapal barang KLM Tanjung Harapan ETD,
Eskpor hasil pertanian yang dilakukan kedua eksportir itu, merupakan ekspor perdana produk hasil pertanian dari Aceh yang diekspor dari Pelabuhan Krueng Geukuh ke Porklang, Malaysia, setelah keluarnya Permendag Nomor 61 tahun 2013.
Safwan mengatakan, kegiatan ekspor yang dilakukan dua perusahaan tersebut hendaknya diikuti oleh pengusaha eksportir lainnya. Menurutnya, pedagang pengumpul produk pertanian dan perkebunan, bisa melakukan hal serupa, jika mau bersatu. Sumber: bkp2.acehprov.go.id
Menurut Safwan, menjual barang melalui Pelabuhan Krueng Geukuh ke Malaysia atau Pelabuhan Kuala Langsa di Langsa, bisa memberikan nilai tambah bagi pedagang pengumpul. Pedagang bisa mengetahui, langsung harga jual di Malaysia, harganya juga sudah tentu lebih tinggi dari harga di Medan.
Sejak Gunung Api Sinabung, di Tanah Karo, meletus tahun 2013, sejumlah pengusaha importir hasil pertanian di Malaysia datang ke Aceh untuk mencari produk hasil pertanian yang bisa diekspor ke negaranya.
Tidak hanya dari kalangan pengusaha Malaysia, tapi Menteri Pertanian dan Dubesnya yang ada di Jakarta juga berkunjung ke Aceh, untuk hal yang sama.
Pemilik kapal, Husyn Abi Isma mengatakan, peluang pasar produk hasil pertanian Aceh ke Malaysia, sangat besar. Malaysia, memang punya areal pertanian, tapi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya, masih harus diimpor dari Thailand, Vietnam, dan sebagian dari Tanah Karo, Sumut.
Penurunan produk pertanian di Tanah Karo, akibat dampak meletusnya Gunung Api Sinabung, merupakan peluang pasar yang cukup bagus bagi petani kentang, kol, wortrel, tomat, buncis, sawi, dan produk pertanian lainnya dari Bener Meriah, Aceh Tengah dan daerah lainnya, untuk memasarkan hasil pertaniannya ke Malaysia.
Malaysia, menurut Husyn Abi Isma, sangat membutuhkan barang-barang tersebut dalam jumlah yang besar. Kebutuhan sayurannya sangat besar dan selama ini diisi dari Thailand, Vietnam dan Tanah Karo.
Setelah orang Malaysia, mengetahui kondisi Aceh, sudah kondusif dan mereka juga mengetahui produksi sayuran dari Tanah Karo, saat ini sudah menurun, dampak negatif dari meletusnya Gunung Api Sinabung, pengusaha di Malaysia mengalihkan impor sayurannya ke Aceh.
Importir sayur dari Malaysia, datang ramai-ramai ke Aceh, untuk mencari mitra dagangnya yang bisa memenuhi permintaan kebutuhan sayuran yang bisa diimpor ke negaranya.
Husyn Abi Isma mengatakan, berani mendatangkan kapal tongkang berkapasitas 500-1.000 ton ke Pelabuhan Krueng Geukuh, karena importir sayur di Malaysia, sudah melakukan kontak dagang dengan sejumlah pedagang pengumpul sayur di Aceh.
Meski demikian, kata Husyn Abi Isma, konsumen dan pedagang ecer sayur di Malaysia, sangat cerdas, sayur berkualitas rendah, tidak akan mereka beli. Untuk itu, petani sayur di Aceh, harus bisa menghasilkan produk pertanian yang berkualitas, bergizi tinggi, nonpestisida dan bisa tahan lama.
Sementara itu, untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas di Aceh diperlukan dukungan Pemerintah melalui penyulihan teknis seperti pelaksanaan penyuluhan dan peremajaan bibit kentang, kol, wortel, sawi, buncis, tomat, cabai merah, cabai rawit, mutlak dilakukan Pemerintah Aceh.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh, bersama Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Aceh, serta Balai Pengembangan Bibit Unggul Produk Pertanian harus turun ke pelosok pelosok untuk membantu petani bagi mendapatkan bantuan bibit kol, kentang, wortel, buncis dan lainnya yang berkualitas.
Tanpa bibit yang berkualitas, mustahil produk hasil pertanian yang dihasilkan, bisa berkualitas tinggi. Tapi sebaliknya, jika bibitnya berkualitas dan pemanenannya dilakukan dengan benar, sesuai standarnya, maka produk pertaniannya dijamin berkualitas dan nilai jualnya jadi mahal.
Moto ini harus menjadi pedoman bagi pemerintah Aceh dan petaninya, kalau produk hasil pertaniannya, ingin mendapat pasar yang luas dan harga yang baik di Malaysia.
Karenanya Pelabuhan Krueng Geukueh harus dibuka kembali sebagai jalur impor ekspor terutama untuk komunitas hasil bumi yang melimpah.
Catatan Media ini saat PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) masih beroperasi gencar dilakukan impor ekspor hasil pertanian Aceh melalui pelabuhan Krueng Geukueh, Pertanyaannya sekarang pelabuhan Kruenggeukueh sudah dikelola oleh PT Pupuk Iskandar Muda kenapa tidak dilanjutkan demi kesejahteraan petani dan terserap tenaga kerja Aceh
Via
ekonomi
Post a Comment