kabar daerah
Aceh Sulit Berkembang Karena Bodoh, Apa Benar?
Banda Aceh, newsataloen.com - Aceh sebuah daerah yang kaya akan sumber daya alam, budaya, dan kaya akan segala-galanya. Namun karena penduduknya masih lebih banyak yang bodoh maka sulit maju, Disebutkan, bodohnya orang Aceh mulai pejabatnya sampai masyarakat bawah, dari yang kaya apalagi yang miskin, semua bodoh. Apa benar seperti yang disebutkan itu?
Memang banyak yang bertanya-tanya, mengapa daerah dengan sumber daya alam yang melimpah namun sulit berkembang dan tak kunjung maju untuk kesejahteraan bersama. Mengapa bisa dan apa penyebabnya. Atas pertanyaan ini ada yang memberi jawaban karena banyak diantara orang Aceh sekarang hanya mementing diri sendiri.
Dicontohkan, Undang Undang otonomi khusus diharapkan menjadi era dimana Aceh untuk bersatu untuk satu kepentingan, yaitu kemajuan dan kemakmuran. Namun, apa yang terasakan selain saling gontok gontokan dan saling menyalahkan. Sifat egois dan mementingkan diri sendiri yang dipoertontonkan..
Kemudian dikatakan juga orang Aceh banyak sudah tidak lagi bermoral, menipu, tidak jujur serta korupsi telah menjadi kebiasaan yang mungkin sudah sangat sulit untuk dihilangkan.Kelakuan ini mulai dari anak SD sampai S3 hingga pejabat. Bahkan, pengusaha besar ataupun kecil juga sama. “Budaya bodoh memang sudah mendarah daging”, sebutnya.
Dana Melimpah, Aceh Tetap Daerah Termiskin
Sebuah survey dari Lembaga Kajian Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) menyebutkan, melimpahnya kucuran dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Aceh belum berpengaruh pada perbaikan kesejahteraan rakyat di daerah ini.
Munzami, Direktur IdeAS dalam laporannya, yang dipublikasikan tahun 2016, mengatakan, hasil kajian IDeAS sesuai dengan rilis awal tahun Badan Pusat Statistik Indonesia tentang Sosial Ekonomi Indonesia. Laporan tersebut di antaranya menyajikan data tentang angka kemiskinan di 34 provinsi di Indonesia.
Dalam kajiannya, IDeAS memetakan tingkat kemiskinan di Aceh periode September 2015 tertinggi kedua di Sumatera setelah Bengkulu (17,16 persen). Sedangkan di Indonesia, Aceh menempati urutan ketujuh sebagai provinsi termiskin. Aceh bahkan berada di bawah Nusa Tenggara Barat (16,54 persen).
Tingginya angka kemiskinan menunjukkan dana Otsus dan anggaran lainnya di Aceh belum mampu dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh. “Penyebabnya masih kami kaji lebih lanjut, apa sebenarnya persoalan di Aceh,” kata Munzami ketika itu.
Persoalan pengangguran juga masih menjadi momok di Aceh. Provinsi ini menempati urutan tertinggi angka pengangguran di Indonesia, yakni sebesar 9,93 persen dari jumlah penduduknya, yang berjumlah lebih dari 5 juta jiwa.
Atas dasar itu, kata Munzami, IdeAS mengharapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh (APBA) maupun Dana Otsus dapat dikelola tepat sasaran dan profesional. “Kalau tidak, maka berdampak lebih buruk lagi terhadap kesejahteraan rakyat Aceh di masa depan,” paparrnya.
Selanjutnya berdasarkan data yang dihimpun dari laporan Pusat Pengembangan Keuangan Daerah (PPKD) Aceh Desember 2015, disebutkan Provinsi Aceh memiliki kesempatan yang besar dalam mengejar ketertinggalan pembangunan dengan menggunakan dana Otsus.
Aceh mendapat dana Otsus sejak 2008 hingga 2015, Aceh telah menerima dana Otsus senilai Rp 41,49 triliun. Dana Otsus menjadi sumber penerimaan utama bagi pembangunan Aceh, dengan rata-rata peningkatan penerimaan 11 persen per tahun. Dari APBA 2015 yang berjumlah Rp 12,7 triliun, lebih dari separuhnya berasal dari dana Otsus.
Dana Otsus akan diiterima Aceh sampai 2027. Selama 20 tahun jangka waktu berlakunya dana Otsus, Aceh diperkirakan akan menerima senilau Rp 163 triliun. Mungkinkah rakyat Aceh akan makmur dan sejahtera melalui dana Otsus dalam waktu 3 tahun lagi. Kalau terus dalam kondisi bodoh jangan bermimpi Aceh akan makmur dan sejahtera. Entahlah. (Penulis Usman Cut Raja)
Memang banyak yang bertanya-tanya, mengapa daerah dengan sumber daya alam yang melimpah namun sulit berkembang dan tak kunjung maju untuk kesejahteraan bersama. Mengapa bisa dan apa penyebabnya. Atas pertanyaan ini ada yang memberi jawaban karena banyak diantara orang Aceh sekarang hanya mementing diri sendiri.
Dicontohkan, Undang Undang otonomi khusus diharapkan menjadi era dimana Aceh untuk bersatu untuk satu kepentingan, yaitu kemajuan dan kemakmuran. Namun, apa yang terasakan selain saling gontok gontokan dan saling menyalahkan. Sifat egois dan mementingkan diri sendiri yang dipoertontonkan..
Kemudian dikatakan juga orang Aceh banyak sudah tidak lagi bermoral, menipu, tidak jujur serta korupsi telah menjadi kebiasaan yang mungkin sudah sangat sulit untuk dihilangkan.Kelakuan ini mulai dari anak SD sampai S3 hingga pejabat. Bahkan, pengusaha besar ataupun kecil juga sama. “Budaya bodoh memang sudah mendarah daging”, sebutnya.
Dana Melimpah, Aceh Tetap Daerah Termiskin
Sebuah survey dari Lembaga Kajian Institute for Development of Acehnese Society (IDeAS) menyebutkan, melimpahnya kucuran dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Aceh belum berpengaruh pada perbaikan kesejahteraan rakyat di daerah ini.
Munzami, Direktur IdeAS dalam laporannya, yang dipublikasikan tahun 2016, mengatakan, hasil kajian IDeAS sesuai dengan rilis awal tahun Badan Pusat Statistik Indonesia tentang Sosial Ekonomi Indonesia. Laporan tersebut di antaranya menyajikan data tentang angka kemiskinan di 34 provinsi di Indonesia.
Dalam kajiannya, IDeAS memetakan tingkat kemiskinan di Aceh periode September 2015 tertinggi kedua di Sumatera setelah Bengkulu (17,16 persen). Sedangkan di Indonesia, Aceh menempati urutan ketujuh sebagai provinsi termiskin. Aceh bahkan berada di bawah Nusa Tenggara Barat (16,54 persen).
Tingginya angka kemiskinan menunjukkan dana Otsus dan anggaran lainnya di Aceh belum mampu dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh. “Penyebabnya masih kami kaji lebih lanjut, apa sebenarnya persoalan di Aceh,” kata Munzami ketika itu.
Persoalan pengangguran juga masih menjadi momok di Aceh. Provinsi ini menempati urutan tertinggi angka pengangguran di Indonesia, yakni sebesar 9,93 persen dari jumlah penduduknya, yang berjumlah lebih dari 5 juta jiwa.
Atas dasar itu, kata Munzami, IdeAS mengharapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh (APBA) maupun Dana Otsus dapat dikelola tepat sasaran dan profesional. “Kalau tidak, maka berdampak lebih buruk lagi terhadap kesejahteraan rakyat Aceh di masa depan,” paparrnya.
Selanjutnya berdasarkan data yang dihimpun dari laporan Pusat Pengembangan Keuangan Daerah (PPKD) Aceh Desember 2015, disebutkan Provinsi Aceh memiliki kesempatan yang besar dalam mengejar ketertinggalan pembangunan dengan menggunakan dana Otsus.
Aceh mendapat dana Otsus sejak 2008 hingga 2015, Aceh telah menerima dana Otsus senilai Rp 41,49 triliun. Dana Otsus menjadi sumber penerimaan utama bagi pembangunan Aceh, dengan rata-rata peningkatan penerimaan 11 persen per tahun. Dari APBA 2015 yang berjumlah Rp 12,7 triliun, lebih dari separuhnya berasal dari dana Otsus.
Dana Otsus akan diiterima Aceh sampai 2027. Selama 20 tahun jangka waktu berlakunya dana Otsus, Aceh diperkirakan akan menerima senilau Rp 163 triliun. Mungkinkah rakyat Aceh akan makmur dan sejahtera melalui dana Otsus dalam waktu 3 tahun lagi. Kalau terus dalam kondisi bodoh jangan bermimpi Aceh akan makmur dan sejahtera. Entahlah. (Penulis Usman Cut Raja)
Via
kabar daerah
Post a Comment