Jumlah penduduk Aceh saat ini berdasarkan BPS provinsi sekitar 5 juta lebih yang terdiri dari suku pesisir dan pedalaman. Suku Aceh adalah masyarakat asli kelompok masyarakatnya menamakan diri sebagai Ureuëng Acèh.
Mengutip Rimba Kita, Etnis Aceh saat ini sudah tersebar hampir seluruh dunia diantaranya, Asia, Eropa, Australia, Afrika dan Amerika Latin. Diantara yang terbanyak, Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Kanada, Amerika Serikat, Australia, Qatar, Paraguay, Jerman, Belanda, Turki dan negara-negara Skandinavia.
Suku Aceh dikenal sebagai kelompok masyarakat yang berpegang teguh terhadap ajaran Islam. Suku ini memiliki sejarah yang sangat panjang, dimana budayanya pernah mengalami masa kejayaan pada abad ke-16 hingga Kerajaan Islam Aceh Darussalam di abad ke-17.
Asal Usul Suku Aceh.
Dari beberapa bukti arkeologis, wilayah Aceh dihuni oleh manusia pertama kali ada pada masa pasca Plestosen. Moyang suku Aceh bermukim di pantai timur Aceh yang saat ini menjadi kota Langsa dan Tamiang.
Mereka bertahan hidup dari hasil laut, terutama kerang-kerangan. Selain itu, mereka juga berburu badak dan brecocok tanam. Kelompok masyarakat Aceh saat itu sudah melaksanakan penguburan mayat dan telah mengenal upacara adat t tersendiri.
Setelah itu, ada juga perpindahan suku-suku Melayu, yaitu Suku Mantir dan Lhan yang merupakan 2 suku Melayu Tua (proto Melayu). Ada pula suku Champa, Melayu, dan Minang yang merupakan suku Melayu Muda (deutro Melayu). Suku-suku dari Melayu Muda berperan besar dalam membentuk pribumi Aceh.
Selain itu, kawasan Aceh juga menjadi lokasi tujuan bangsa asing, terutama dari India Selatan, serta bangsa Arab, Turki, Persia, dan Portugis. Banyaknya warga asing yang sempat singgah di Aceh dikarenakan wilayah barat Indonesia ini berada dalam posisi strategis, yaitu di bagian utara Pulau Sumatera. Lokasi yang strategis ini menjadikan Aceh menjadi tempat persinggahan bagi beberapa suku bangsa selama ribuan tahun.
Bahasa Aceh
Masyarakat asli Aceh menuturkan bahasa Aceh-Chamik yang memiliki kemiripan dengan bahasa Roglai, Cham, Rhade, Chru, Jarai, Utset, dan bahasa lainnya yang ada di rumpun bahasa Chamik. Beberapa bahasa ini juga dituturkan di Hainan, Kamboja, dan Vietnam.
Dalam bahasa Aceh juga terdapat kata-kata pinjaman dari bahasa Mon-Khmer yang memungkinkan nenek moyang Suku Aceh pernah berdiam di Thailand Selatan atau Semenanjung Melayu, sebelum akhirnya pindah ke Sumatera.
Kosakata dalam bahasa Aceh juga diperkaya dengan kata-kata serapan dari bahasa Sansekerta dan bahasa Arab. Kedua bahasa digunakan terutama dalam istilah pemerintahan, hukum, ilmu, seni, ilmu, dan peperangan. Bahasa Melayu dan Minangkabau juga banyak diserap dalam bahasa Aceh.
Kepercayaan Suku Aceh
Sebelum Islam masuk ke Aceh sebagian besar masyarakat Aceh memeluk agama Hindu. Hal ini dapat terlihat dari beberapa budaya Aceh yang berasal dari adaptasi unsur-unsur agama Hindu dan budaya India. Aceh yang menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang timur tengah kemudian mendapat pengaruh Islam.
Perlahan-lahan, agama Islam pun masuk ke Aceh dan sejak saat itu Aceh menjadi wilayah pertama di Indonesia menganut syariat Islam hingga saat ini.
Rumah Adat Aceh
Rumah tradisional Aceh bernama Krong Bade, rumah adat Aceh ini memiliki struktur rumah panggung. Tinggi Krong Bade sekitar 2,5 hingga 3 meter dari permukaan tanah.
Pakaian Adat Aceh
Pakaian adat yang dikenakan Suku Aceh terinspirasi dari desain baju adat Melayu. Pakaian adat hanya dikenakan untuk acara-acara tertentu, misalnya upacara adat, pernikahan, dan lain-lain.
Pakaian adat pria Aceh dinamakan Meukasah untuk atasan dan celana Cekak Musang. Baju Meukasah adalah baju berwarna hitam yang dilengkapi dengan ornamen berwarna kuning keemasan. Sementara itu, celana Cekak Musang bermodel celana panjang longgar.
Pakaian tradisional wanita Aceh adalah baju kurung berlengan panjang dengan bawahan celana Cekak Musang. Baju kurung adalah pakaian tradisional yang sangat erat dengan budaya Melayu. Bentuknya longgar dan tidak membentuk siluet bentuk tubuh wanita. Pakaian adat ini sangat sesuai dengam syariat Islam yang dianut oleh masyarakat Aceh. Para wanita Suku Aceh biasanya juga mengenakan kerudung untuk melengkapi penampilan mereka.
Senjata Tradisional Aceh
Senjata khas Suku Aceh adalah Rencong. Senjata tradisional sangat terkenal dan bentuknya mirip dengan keris. Pada masa lalu rencong adalah senjata Kesultanan Aceh. Rencong memiliki banyak jenis, beberapa diantaranya adalah Rencong Meucugek, Rencong Pudoi, Rencong Meupucok, dan Rencong Meukuree.
Namun selain itu, masyarakat Aceh juga memiliki senjata tradisional lainnya. Senjata tradisional tersebut dinamakan Peudeung dan Siwah.
Tarian Tradisional Aceh
Tari tradisional asli dari Suku Aceh biasanya adalah perwujudan dari warisan adat nenek moyang, cerita rakyat setempat, serta memuat unsur agama yang dianut. Pada umumnya, tarian Aceh ditampilkan secara berkelompok.
Pakaian tradisional wanita Aceh adalah baju kurung berlengan panjang dengan bawahan celana Cekak Musang. Baju kurung adalah pakaian tradisional yang sangat erat dengan budaya Melayu. Bentuknya longgar dan tidak membentuk siluet bentuk tubuh wanita.
Pakaian adat ini sangat sesuai dengam syariat Islam yang dianut oleh masyarakat Aceh. Para wanita Suku Aceh biasanya juga mengenakan kerudung untuk melengkapi penampilan mereka.
mereka.
Makanan Khas Aceh
Makanan khas dari Aceh memiliki kesamaan dengan makanan khas India, misalnya gulai dan kerambi kering. Hal tersebut wajar karena banyak orang keturunan India yang menetap dan tinggal di provinsi Aceh.
Kuliner Aceh dikenal kaya dengan bumbu rempah, seperti halnya makanan khas India dan Arab. Bumbu gulai dan kari biasanya dipadukan dengan daging kerbau, sapi, kambing, atau ikan dan ayam.
Selain itu, ada pula makanan tradisional yang berbahan dasar ikan. Nama hidangan ini adalah Eungkot Paya. Makanan khas Aceh lain yang populer adalah Ayam Tangkap, Nasi Guri, Kuah Beulanggong, Kanji Rumbi, Mie Caluk, Mie Aceh, Sate Matang, Sop Sumsum, dan lain-lain.
Untuk makanan ringan, Aceh juga memiliki makanan khas, misalnya sanger, pisang sale, manisan pala, keumamah, kembang loyang, rujak Aceh, timphan, keukarah, Bhoi, dan lain-lain. Semua makanan tersebut hingga saat ini mudah ditemukan di Aceh.
Tokoh Nasional Dari Aceh
Sebagai salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, masyarakat Aceh banyak berkontribusi terhadap terciptanya kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang. Akan tetapi ada beberapa di antaranya merupakan tokoh pergerakan yang memiliki pandangan berbeda.Berikut adalah tokoh-tokoh dari Aceh dulu hingga kini, antara lain:
- Sultan Iskandar Muda, sultan Aceh terbesar
- Teungku Chik Di Tiro, mujahid besar yang menhidupkan kembali perjuangan Aceh melawan Belanda
- Tuanku Hasyim Banta Muda, panglima besar angkatan perang Aceh
- Teuku Umar, pahlawan melawan Belanda
- Cut Nyak Dhien, pahlawan perempuan dari Aceh
- Cut Nyak Meutia, pahlawan perempuan dari Aceh
- Teungku Fakinah, ulama perempuan dan pahlawan asal Aceh
- Daud Beureu’eh, pemimpin gerakan DI/TII
- Teuku Mohammad Hasan, gubernur Sumatra pertama
- Teuku Nyak Arief, gubernur Aceh pertama
- Hasan Tiro, pendiri Gerakan Aceh Merdeka
- Ismail al-Asyi, ulama besar Aceh
- Teuku Jacob, bapak paleoantropologi Indonesia
- Teuku Markam, pejuang kemerdekaan, pengusaha dan penyumbang 38 kg emas untuk Monas
- Ibrahim Alfian, sejarawan dan mantan dekan Fakultas Sastra, UGM
- P. Ramlee, serta artis legenda Malaysia
- Tan Sri Sanusi Juned, mantan menteri Malaysia
- Surya Paloh, Pengusaha dan Politikus
- Laksamana Keumalahayati, Laksamana Perang Wanita Pertama di Dunia
- Sultan Malikussaleh, Sultan Kerajaan Islam Pertama di Nusantara
- Tun Sri Lanang, serta penyusun Sulalatus Salatin. (Penulis : Usman Cut Raja).
Post a Comment