Banda Aceh, newsataloen.com -Salah satu persoalan paling memprihatinkan saat ini di ibukota Provinsi Aceh saat ini adalah semakin meningkatnya kasus HIV-AIDS. Pada dasarnya, penyakit HIV/AIDS antara 80 % - 90 % penyebabnya adalah berzina dalam pengertiannya yang luas yang menurut ajaran Islam merupakan perbuatan keji yang diharamkan dan dikutuk oleh Allah swt. Selain itu penyebab penularannya juga dikarenakan oleh penggunaan narkoba melalui jarum suntik.
"Sungguh mencemaskan, tercatat pada tahun 2023 kasus baru yang ditemukan di Kota Banda sebanyak 198 kasus, terdiri dari 161 kasus HIV dan 37 kasus Aids. Untuk tahun 2022 Kota Banda Aceh menempati urutan pertama kabupaten/kota dengan kasus HIV/AIDS yang tertinggi," ungkap Tgk Ilham Mirsal, MA. melalui siaran persnya kepada media ini, Senin (3/4/2023).
Menurut anggota Majelis Badan Akreditasi Dayah Aceh (BADA) itu, semakin banyaknya kasus HIV/AIDS di Banda Aceh harusnya menjadi catatan penting bagi pemerintah dan stake holder lainnya, apalagi kasus ini terjadi di ibukota serambi Mekkah yang merupakan negeri yang menjunjung tinggi syariat islam. "Penyakit HIVS/AIDS ini bukan hanya sebatas penyakin medis semata, namun mayoritas kasusnya disebabkan oleh hubungan bebas. Hal ini juga menunjukkan bahwa penegakan syariat islam di Banda Aceh masih sangat lemah sehingga pergaulan bebas atau perzinaan yang merupakan pintu penyebaran HIV/AIDS masih terjadi, sungguh memprihatinkan," katanya.
Sebagai negeri bernafaskan syariah, hal ini menjadi aib dan citra buruk bagi kota Banda Aceh sebagai ibukota daerah bernafaskan syariat islam. "Penegakan syariat islam adalah solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran HIV/AIDS. Untuk itu, Pemerintah baik eksekutif sebagai pengambil kebijakan dan legislatif sebagai pengawal kebijakan dalam pemerintahan harus lebih komit dalam penegakan syariat islam di kota Banda Aceh, sehingga pergaulan bebas, praktek perzinaan hingga homo seksual dapat diminimalisir," jelasnya.
Lebih lanjut Tgk Ilham memaparkan, islam memiliki beberapa mekanisme untuk menyelesaikan persoalan ini yakni pertama, melakukan pencegahan munculnya perilaku beresiko HIV Aids dengan melakukan pendidikan dan pembinaan kepribadian Islam. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh dan komprehensif, dimana setiap individu muslim dipahamkan untuk kembali terikat pada hukum-hukum Islam dalam interaksi sosial. Seperti larangan mendekati zina dan berzina itu sendiri, larangan khalwat, larangan ikhtilat (campur baur laki perempuan), selalu menutup aurat, memalingkan pandangan dari aurat, larangan masuk rumah tanpa izin, dan lain-lain. Selain itu perlu juga upaya menciptakan lingkungan yang kondusif, dan memberantas lingkungan yang tidak kondusif.
"Kedua, memberantas perilaku beresiko penyebab HIV Aids (seks bebas dan penyalah gunaan Narkoba) yakni dengan menutup pintu-pintu yang mengakibatkan munculnya segala rangsangan menuju seks bebas. Negara wajib melarang pornografi-pornoaksi, tempat prostitusi, tempat hiburan malam dan lokasi maksiat lainnya. Begitu juga dengan narkoba, hal-hal yang dapat membuat peredaran dan penggunanya semakin luas akan ditutup. Selain itu pemberian sanksi tegas akan diberlakukan oleh pemerintah kepada pelaku perzinahan, seks menyimpang, penyalahguna narkoba, konsumen khamr, beserta pihak-pihak terkait yang menjadikan seks bebas dan narkoba sebagai bisnis mewah. Aceh memiliki kekhususan berupa syariat yang diatur langsung melalui qanun, tinggal lagi keseriusan dan komitmen pemerintah terutama kota Banda Aceh untuk merealisasikan qanun tersebut," ujarnya.
Cara ketiga, lanjut Tgk Ilham, yakni pencegahan penularan kepada orang sehat yang dilakukan dengan mengkarantina pasien terinfeksi (terutama stadium AIDS) untuk memastikan tidak terbukanya peluang penularan. Kepada penderita HIV Aids, negara harus melakukan pendataan konkret. Negara bisa memaksa pihak-pihak yang dicurigai rentan terinveksi HIV/AIDS untuk diperiksa darahnya. Karantina dimaksudkan bukan bentuk diskriminasi, karena pemerintah wajib menjamin hak-hak hidupnya. Bahkan pemerintah wajib menggratiskan biaya pengobatannya, memberinya santunan selama dikarantina, diberikan akses pendidikan, peribadatan, dan keterampilan.
"Lagi-lagi kita berharap untuk penanganan persoalan HIV/AIDS ini pemerintah diharapkan lebih komit. libatkan semua pihak termasuk dayah dan lembaga pendidikan kemudian tegakkan syariat islam secara maksimal bukan hanya bicara pencitraan belaka. Insya Allah, kasus HIV/AIDS di Banda Aceh tidak lagi separah saat ini," pungkasnya.
Post a Comment