Berpotensi Korupsi, Alamp Aksi Desak KPK Usut Tuntas Terkait Pokir DPRA




Banda Aceh, newsataloen.com -- Pengurus Wilayah Aliansi Mahasiswa dan Pelajar Anti Korupsi (PW Alamp Aksi) menilai kemungkinan terjadinya praktek korupsi di lembagai legislatif melalui alokasi anggaran berjudul pokok pikiran (pokir) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sesuatu yang tak dapat dipungkiri.

"Sudah menjadi rahasia umum di Aceh, adanya indikasi terjadinya praktek suap (setoran) ke DPRA baik itu dari pelaksana yang ingin memenangkan tender yang bersumber dari anggaran pokir. Jika tidak ada koordinasi dengan dewan atau koordinator Pokir dewan terkait, kalaupun ada pelaksana atau kontraktor yang sudah menang, maka berpeluang akan dipersulit oleh dinas terkait," beber Ketua DPW Alamp Aksi Aceh, Mahmud Padang.

Menurut Mahmud, sudah menjadi rahasia umum yang beredar adanya fee untuk setiap list pokir DPRA yang biasanya diberikan melalui orang kepercayaan atau koordinator Pokir DPRA terkait. "Khabar yang beredar selama ini, fee yang harus diberikan bervariasi tergantung jenis pekerjaan. Jika itu pengadaan maka bisa saja 10-15%, tapi kalau pekerjaannya dianggap menguntungkan seperti sarana air dan sebagainya bisa jadi fee nya mencapai 15-20% bahkan lebih. Untuk itu, kita berharap KPK tidak hanya tinggal diam, tapi harus benar-benar bertindak kongkret untuk memastikan kebenaran hal tersebut,"ujarnya.

Mahmud membeberkan, selama ini  ada indikasi khusus untuk kegiatan pokir terjadi pengaturan lelang, bahkan pelaksanaanya oleh DPRA, bahkan yang lebih sadis adanya indikasi khabarnya ada pengaturan rental perusahaan yang disediakan, hingga tim pembuat proposal permohonan untuk program pokir yang disediakan dewan.
"Anehkan jika legislatif malah melaksanakan kerja-kerja seperti eksekutif. Makanya perlu diusut, jangan sampai pokir yang katanya untuk rakyat justru sebagai wahana mengumpulkan pundi-pundi bagi wakil rakyat yang terstruktur dan sistematis,"katanya.

Kata Mahmud, peruntukan pokir DPRA itu juga tidak serta merta dari hasil penjaringan aspirasi masyarakat. Bahkan, potensi sebagian sesuai dengan request kader atau tim pemenangan DPRA terkait. "Mirisnya, jika masyarakat membutuhkan alokasi anggaran dari sumber Pokir maka harus melakukan lobi melalui koordinator Pokir, jika tidak maka mimpi oun tak akan ada alokasinya. Belum lagi, ada indikasi alokasi pokir diperuntukkan untuk kepentingan politik, hingga kepentingan pribadi sejumlah elit juga sangat memprihatinkan. Di tambah lagi, kajian profit terkadang menjadi acuan bagi seorang dewan pemilik pokir dalam mengalokasikan pokirnya. Coba kita lihat terkadang pokir itu alokasinya bahkan berdasarkan hobbi dewannya, ada yang hobbi nyanyi atau buat klub bola, maka alokasinya juga untuk itu, sampai stadiun atau sport center pun lebih diutamakan dari persoalan ekonomi rakyat, mirisnya lagi ada pula dewan yang alokasikan pokir untuk dayah tapi dayah milik pribadi/keluarganya, bahkan adapula yang untuk usaha pimpinan partainya di daerah," dan seterusnya, jadi wajarlah anggaran pokir tersebut sarat lebih besarnya kepentingan elit ketimbang rakyat," sebutnya.

Mahmud juga mengatakan, jika kita lihat dari buku pokir DPRA tahun 2023 yang beredar besarannya mencapai triliunan rupiah dan sebagian besar bersumber dari otsus. Beberapa DPRA juga mendapat bagian fantastis, misalkan Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yaya Rp 135 miliar lebih, selanjutnya Safaruddin (wakil ketua III) Rp 91 miliar lebih, Hendra Budian (eks wakil ketua II) Rp 85 miliar lebih, Dalimi (wakil ketua I) Rp 74 miliar lebih.

"Jadi, jika ditanya kenapa Aceh masih termiskin di Sumatera, padahal otsus triliunan rupiah bahkan APBA Aceh termasuk tertinggi di Sumatera. Bisa jadi, penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran seperti pokir ini menjadi salah satu penyebabnya, sehingga sebanyak apapun anggaran yang dikucurkan ke Aceh, rakyat kecil tak dapat manfaat secara maksimal," jelasnya.

Untuk itu, dia mendesak KPK segera bertindak tegas dalam pemberantasan korupsi di Aceh wabil khusus terkait alokasi Pokir DPRA. "Kami pikir bukan sesuatu yang sulit bagi KPK sebagai lembaga anti rasuah untuk menindak hal tersebut, kan tinggal dipanggil dan diusut koordinator Pokir atau dewannya, list yang tercatat setiap dewannya juga sudah ada dan sudah beredar ke publik. Jika tidak maka ditambahpun otsus Aceh menjadi 2,5% juga manfaatnya tak akan maksimal bagi rakyat Aceh dan kemiskinan tetap akan menjadi kado memilukan setiap tahunnya,"kata Mahmud.

Alamp Aksi juga mempersoalkan, atas dasar apa ada yang namanya koordinator Pokir. "Berdasarkan fakta dari kasus korupsi beasiswa yang sudah diproses oleh Polda Aceh, peran koordinator Pokir dalam melakukan praktek korupsi terbuka lebar, ini tentunya harus menjadi perhatian serius KPK," tegasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post