Tapaktuan, newsataloen.com-Minggu (12/03/2023) Masyarakat Aceh dihebohkan dengan penggerebekan cafe "esek-esek" yang di desain khusus untuk pelaku maksiat yang terletak di Desa Gunung Kerambil, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh.
Kafe yang terletak di atas bukit itu, diduga kuat menyediakan fasilitas perzinahan bak prostitusi "gelap" bagi pasangan muda-mudi dan non muhrim untuk melakukan tindakan-tindakan pelanggaran syari'at islam. Parahnya lagi, pada saat penggrebekan di gubuk esek-esek tersebut ditemukan kondom bekas pakai.
Rabu (15/03/2023) Menurut Ahyadin, sebagai masyarakat Aceh Selatan merasa sangat malu dan menjadi tamparan keras bagi kita semua, dimana pemerintah provinsi sedang menggalakkan penegakan syari'at islam, di bumi pala masih saja ada praktik-praktik semi prostitusi seperti ini. Dan terkesan dibiarkan terjadi begitu saja, sebab menurut informasi dari masyarakat cafe esek-esek tersebut sudah beroperasi sejak lama.
Tentu kejadian ini bukti dari ketidak seriusan pemkab Aceh Selatan dalam mendukung penegakan syari'at Islam di Aceh. Lemahnya kontrol aparatur penegak hukum syari'at dalam melakukan pencegahan dan penertiban cafe-cafe yang ada di Aceh Selatan, terutama tempat-tempat yang berpotensi dilakukannya praktik pelanggaran syari'at Islam.
Apalagi kalau sampai ada cafe esek-esek yang dengan sengaja di bekengi (dilindungi) oleh oknum-oknum tertentu, sungguh itu merupakan perilaku yang merusak dan sangat memalukan. Tambah Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan (HAMAS) Provinsi Aceh.
Sungguh ini merupakan tolak ukur dari kegagalan pemerintah kabupaten Aceh Selatan disamping tidak jelasnya arah pembangunan, dan tidak adanya komitmen penegakkan syari'at islam dari pemerintan daerah setempat yang dipimpin oleh bupati, Tgk. Amran saat ini.
Saat ditanya via WhatsApp kok tidak diapresiasi? Ya, untuk apa diapresiasi itu memang merupakan tugasnya, paham-paham sajalah. (Sembari mengeluarkan emot ketawa)
Sebelumnya HAMAS juga pernah bersuara terkait lemahnya syari'at islam di kabupaten Aceh Selatan, namun sayang seribu sayang Pemkab Aceh Selatan mengabaikan dan dianggap hal tersebut sangatlah sepele.
HAMAS Aceh juga meminta agar pihak Polisi Syari'at atau Wilayatul Hisbah (WH) konsisten dan tegas dalam menindak kafe "esek-esek" yang ada di Aceh Selatan. Apabila praktik pelanggaran syari'at islam seperti itu masih terjadi di daerah kita sungguh sangat memalukan. Seharusnya Bupati orang yang pertama menanggung kemaluan masyarakat Aceh selatan dan bertanggung jawab atas pemberitaan yang viral di media sosial beberapa hari ini. Sungguh merugikan nama baik daerah.
Semoga saja kejadian ini tidak terulang lagi, ini merupakan citra terburuk yang dibangun pemkab Aceh Selatan terhadap penegakan syari'at islam di Aceh Selatan.(red/rizal jibro).
Post a Comment