Medan, newsataloen.com-Efek domino dari kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat menakutkan bagi pasar.
Sejauh ini dampak dari kebangkrutan lembaga keuangan tersebut terlihat dari penurunan kinerja indeks bursa saham di banyak negara.
"Akan tetapi efek domino ini masih awal dari kemungkinan lain bisa saja lebih buruk dari yang terlihat," kata pengamat ekonomi, Gunawan Benyamin menjawab media ini terkait imbas SVB, Kamis 16/3/2023.
Kalau melihat kondisi pasar saat ini, bursa saham di tanah air atau Indeks Harga Saham Gabungan (HSG) terpantau mengalami koreksi signifikan dalam dua hari perdagangan terakhir.
IHSG pada kemarin kata Benyamin terkoreksi 0.21% di level 6.628,14, dan pada perdagangan sehari sebelumnya sempat terpuruk hingga 2% lebih lebih. Pada awal pekan IHSG mampu ditutup di zona hijau.
Pelaku pasar kala itu menanti apakah Bank Sentral AS atau The Fed dan Pemerintah AS akan menyelematkan bank tersebut. Namun, pemerintah AS justru fokus menyelamatkan nasabah bank, tetapi tidak banknya dengan bermasalah
"Sementara kinerja mata uang rupiah belakangan justru mampu menguat dibandingkan dengan kinerja penutupannya pada akhir pekan sebelumnya," kata Benyamin
Pada sesi perdagangan sore, rupiah ditransaksikan di kisaran 15.370 per US Dolar, membaik dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu yang sempat bertengger di kisaran harga 15.445 per US Dolar. Rupiah masih diuntungkan dengan prahara sektor perbankan yang tengah terjadi di AS.
"Saya melihat dampak buruk dari kebangkrutan SVB belum akan membuat fundamental ekonomi di tanah air terganggu. Meski demikian efek dominonya perlu kita waspadai. Terlebih kalau nantinya menjalar ke perbankan lain dan menimbulkan masalah sistemik. Meski sejauh ini belum terlihat begitu mengkuatirkan, akan tetapi setidaknya kita perlu waspada," ingat Benyamin.
Karena sekalipun ada kebangkrutan pada perbankan di AS katanya The Fed sejauh ini masih akan menaikkan bunga acuannya. Karena targetnya adalah pengendalian inflasi (2%) serta penciptaan lapangan kerja. Dimana pasar tenaga kerja masih membaik, sementara inflasi masih bertahan tinggi 6% secara YoY.
Benyamin menyebutkan, jefek domino dari kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS itu bisa mendorong kenaikan bunga acuan yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.
Tentunya kenaikan bunga acuan akan menekan laju pertumbuhan ekonomi di manapun. Masalah kenaikan bunga acuan The Fed selama ini di gadang gadang sebagai pemicu kebangkrutan Bank di AS.
" Jadi masih ada ancaman lain kalau seandainya bunga acuan di AS terus akan naik. Dampaknya perlu kita pertimbangkan. Karena selama kenaikan bunga acuan di AS belum berhenti, maka kita masih perlu mewaspadai kemungkinan potensi adanya kebangkrutan bank lain, hingga ancaman resesi ekonomi yang memang diyakini akan menghantam ekonomi AS di tahun ini," ujar Benyamin.(tiar)
Post a Comment