Medan Tertinggi Kasus TB di Indonesia






Medan, newsataloen.com - Medan merupakan kota tertinggi penderita penyakit tuberkulosis (TB) di Indonesia. Dari dugaan kasus 18.900-an untuk 2022, baru ditemukan sekitar 5.000-an penderita dan diobati.

Demikian dikatakan Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Medan, Edi Yusuf, dalam "Workshop membangun forum lintas isu untuk eliminasi TB 2030 Kota Medan," di salah satu hotel di Medan, Kamis (10/11/2022). Kegiatan ini diselenggarakan Program Manager Accelerate, Penabulu bekerja sama dengan StopTB Partnership, UNOPS dan Yapemmas Sumatra Utara.

Menyikapi hal itu, katanya, Kementerian Kesehatan langsung turun tangan membantu untuk mencari kasus TB yang masih belum dapat. “Saat ini, kami melakukan skrining TB massal di setiap kecamatan. Awalnya, ditargetkan 14 ribuan kasus, tapi karena keterbatasan alat dan tenaga di lapangan, maka kami hanya menargetkan 5.000 kasus. Kalau skrining ini berlanjut tahun depan, kami yakin target temuan kasus TB bisa didapatkan,” ucapnya.

Saat ini, lanjutnya, di 21 kecamatan sudah dimulai di Belawan yang pertama dengan target 400 warga terduga yang diperiksa. “Tadi dilanjutkan di Kecamatan Medan Timur. Besok skrining massal di Medan Baru dan terus berlanjut seluruh kecamatan,” jelasnya.

Seluruh Puskesmas dikerahkan untuk melakukan skrining massal di kecamatan masing-masing, baik penyediaan tenaga, logistik alat, maupun tempat sputum TB. Dari Kemenkes dibantu dua mobil foto ronsen. Bagi peserta TB yang tidak ada gejala, dilakukan ronsen. Jika ada gejala batuk, diperiksa dengan alat TCM (tes cepat molekular) di Puskesmas. 

“Bagi Puskesmas yang tidak ada TCM akan merujuk ke Puskesmas yang ada TCM-nya. Sampai saat ini belum tahu hasilnya karena banyaknya yang diperiksa,” sebut Edi.

Setelah skrining didapat pasien TB, katanya, maka dilanjutkan pengobatan TB. Pasien tersebut dipanggil untuk diberikan pengobatan TB sampai sembuh. “Apakah dia sensitif obat dengan 6 bulan pengobatan sembuh atau dia RO yang butuh pengobatan 9 bulan sampai dua tahun,” tambahnya.

Menurutnya, selama ini Dinas Kesehatan sudah berupaya maksimal sesuai kemampuan untuk melakukan eliminasi TB. Bahkan sudah juga ada forum lintas isu untuk eliminasi TB 2030 Kota Medan. Forum ini di-SK-kan Wali Kota Medan 2021. Tim sudah bekerja. Forum ini sudah habis periodesasinya. Dinkes akan merevisi. Salah satu alasannya, sudah ada Perpres 67 tahun 2021 tentang TB.

Dari fasilitas, tambahnya, Kota Medan memadai dalam penanganan TB, termasuk pengobatan. Bahkan, fasilitas kesehatan swasta baik rumah sakit, klinik maupun praktik dokter pribadi juga ikut ambil bagian dalam penanganan TB. Hanya saja, terkendala soal pelaporan pendataan yang tidak terintegrasi, sekaligus tidak menggunakan pengobatan TB DOTS. Padahal, obat dari pemerintah gratis.

“Sekarang kami minta bantuan BPJS Kesehatan untuk membantu agar swasta patuh dengan pengobatan TB DOTS dan obat dari pemerintah,” tegasnya.

Dia mengaku, permasalahan TB tidak saja tugas kesehatan, tapi menjadi tanggung jawab semua. Untuk itu, diharapkan semua pihak berkolaborasi dan bekerja sama dalam eliminasi TB.

Sebelumnya, Samara Yuda Arfianto dari Penabulu Medan menjelaskan, mereka sudah ikut membantu penanganan TB. Bersama-sama lintas organisasi masyarakat sipil sudah melakukan beberapa gebrakan termasuk menggelar pertemuan dan audiensi dengan anggota DPRD Medan. Targetnya, Kota Medan memiliki peraturan daerah tentang TB. 

Tim juga mendorong dan siap membantu Dinkes Medan untuk merevisi forum lintas sektor TB. Diskusi yang dibuka Dini Andriati dari Accelerate Penabulu itu dihadiri sejumlah lembaga peduli TB Sumut di antaranya Pejuang Sehat Bermanfaat (Pesat), Yayasan Mentari Meraki Asa (YMMA), Peradi, Unpri, Yapemmas, Penabulu Sumut, Yayasan Medan Plus, Sekda Jaringan Indonesia Positif (JIP) Sumut, Yayasan Nusantara Alam Indah (YNAI), Yayasan Peduli Adha (YPADHA), Peka Sumut, Institute Justice Law dan YAFSI, Sempurna Community (Seci). (ANG/rel)

Post a Comment

Previous Post Next Post