ekonomi
Pembiayaan UMKM Dari BAS Jalan Di Tempat, Dewan Komisaris Lemah Dalam Melakukan Pengawasan
Banda Aceh, newsataloen.com - - Provinsi Aceh yang berulang kali menjadi daerah termiskin sumatera tentunya bukan sebuah prestasi namun kebrobokan yang dipertontonkan di tengah banyaknya uang yang ada di Aceh. Namun, hingga saat ini kinerja Bank Aceh Syari'ah untuk berperan aktif menjadi pendorong kemajuan ekonomi di Aceh sama sekali masih belum memberikan dampak yang signifikan.
"Selama ini pembiayaan BAS masih fokus untuk pembiayaan konsumtif dan didominasi oleh pinjaman ASN. Sementara, untuk pembiayaan sektor ril baik UMKM maupun pelaku agrobisnis masih sangat minim dilakukan padahal Aceh dengan kekhususannya memberikan peluang yang begitu besar untuk mengoptimalkan produk pembiayaan UMKM ini. Persoalan itu tentunya tidak terlepas dari lemahnya komisaris BaS dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mengawasi Bank kebanggaan masyarakat Aceh itu, sehingga terjadi pembiaran," ungkap Koordinator Angkatan Muda Peduli Ekonomi Rakyat Aceh (AMPERA), Ozy Rizki, SE kepada media, Sabtu 8 Oktober 2022.
Alumni Fakultas Ekonomi USK itu mengatakan, dalam Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mewajibkan perbankan yang beroperasi di wilayah Aceh diharuskan mengalokasikan dana pembiayaannya untuk UMKM sebesar 40 persen, lebih besar dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23 tahun 2021 tersebut. "Kekhususan yang dimiliki Aceh ini sebenarnya menjadi salah satu peluang untuk memajukan ekonomi masyarakatnya melalui pembiayaan sektor ril, namun hal tersebut terlihat hanya jalan di tempat jika fungsi pengawasan dan masukan yang seharusnya menjadi kewajiban dewan komisaris di Bank plat merah itu tidak dilakukan dengan baik. Hal ini juga menjadi persoalan, dikarenakan komisaris yang semestinya mengawasi dan memberikan masukan kepada manajemen bukanlah orang yang mumpuni dan kompeten di bidang perbankan, sehingga orientasinya tak lebih daei mencari posisi aman dan dapat menikmati fasilitas yang diberikan saja tanpa berpikir memaksimalkan fungsi dan memberikan masukan demi sebuah terobosan," jelasnya.
AMPERA juga menyebutkan, kelaziman komisaris BAS selama ini terlihat hanya bisa datang dan membawa orang dengan jumlah ramai untuk sebuah peresmian dan pembebanan biayanya pada BAS. "Sungguh miris rasanya jika komisaris BAS hanya bisa memanfaatkan fasilitas dan membebankan pembiayaan ketika acara peresmian dengan membawa orang banyak-banyak tanpa jelas untuk apa. Hal ini bisa dilihat ketika peresmian BAS di pulau banyak dan beberapa lokasi di Aceh," bebernya.
Secara umum, kata Ozy, Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Dia memaparkan, seharusnya Dewan Komisaris memiliki tugas fiduciary untuk bertindak demi kepentingan terbaik perusahaan dan menghindari semua bentuk benturan kepentingan pribadi. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), mengawasi dan mengevaluasi kinerja Direksi, mengkaji sistem manajemen, emantau efektivitas penerapan Good Corporate Governance dan melaporkannya kepada RUPS. "Tapi sayangnya fasilitas dan gaji yang besar yang didapat oleh dewan komisaris BAS tak memberi dampak maksimal untuk bank milik pemerintah Aceh itu. Hal ini juga ditenggarai oleh penempatan komisaris selama ini yang tidak didasari oleh profesionalitas dan track record namun hanya sebatas hubungan interest dan kedekatan dengan kepala pemerintahan Aceh yang merupakan pejabat pemegang saham pengendali (PSP). Untuk itu, kita berharap Pj Gubernur Aceh dengan segenap itikad baiknya mampu membenahi persoalan BAS ini, dan mengabaikan bujuk rayu dari dewan komisaris yang telah gagal menjalankan tugas dan fungsinya,"tegasnya.
Seharusnya, dewan komisaris mampu memberikan saran dan pendapat kepada RUPS serta mengikuti perkembangan kegiatan perusahaan dan segera melaporkan kepada RUPS disertai dengan saran langkah perbaikan dalam hal perusahaan menunjukan gejala kemunduran. "Jadi, dengan peran yang begitu besar dari dewan komisaris pada BAS ini semestinya bukan hanya menjadi pelengkap yang hanya bisa memberikan masukan terkait perbaikan jenis atau tipe atau warna kursi dan meja. Dewan komisaris seharusnya bukan malah memainkan peran-peran yang diluar tupoksinya sehingga membuat BAS menjadi Bank dengan modal besar tapi minim kontribusi dalam membangun ekonomi Aceh," jelasnya.
Aset bank Aceh per tahun 2021 lalu terhitung mencapai 28 triliun lebih dan pembiayaan yang sudah tersalurkan 16 triliun lebih. belum lagi pada perubahan APBA 2022 saja BAS kembali mendapat kucuran dana segar penyertaan modal dari APBA dengan nilai ratusan milyar. "Namun hal yang sangat memilukan selama ini BAS justru masih didominasi oleh pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan untuk ASN, sehingga belum mampu lebih maksimal menyentuh sektor riil di Aceh. Alhasil pertumbuhan ekonomi Aceh akan sulit untuk bangkit tanpa adanya produk pembiayaan yang mempermudah para pelaku usaha kecil menengah. Lagi-lagi salah satu persoalan mendasarnya dikarenakan oleh peran aktif komisaris yang ditunjuk oleh PSP masih belum mampu memberikan kontribusi positif baik dalam pengawasan maupun masukan-masukan yang strategis untuk kemajuan sistem pembiayaan dan pelayanan BAS untuk para pelaku usaha kecil menengah. Satu-satunya solusi untuk merubah paradigma yang ada akan sangat bergantung keberanian Pj Gubernur Aceh selaku PSP untuk merombak dan mengganti struktur dewan komisaris BAS dengan orang-orang yang tepat, agar Bank milik pemerintah Aceh ini mampu bergerak cepat menompang perekonomian Aceh agar terbebas dari belenggu kemiskinan," tutupnya.
Via
ekonomi
Post a Comment