Banda Aceh, newsataloen.com -- Pelaporan kinerja 3 (tiga) bulan Pj Walikota Banda Aceh terkesan sangat jauh panggang dari api, pasalnya fakta real sesungguhnya kondisi pemerintahan kota Banda Aceh di bawah kepemimpinan Bakri Siddiq semakin sembrawut dan memilukan. Sehingga diharapkan Mendagri tidak terkelabui dan dapan menurunkan tim monitoring khusus agar hasil evaluasi mendagri berorientasi pada fakta riil nantinya bukan hanya sebatas ocehan pencitraan Pj Walikota.
Hal ini disampaikan Koordinator Kaukus Pemuda Kota (KPK) Banda Aceh, Ikhwan Kartiawan dalam siaran persnya kepada media ini, Rabu 26 Oktober 2022.
Menurut KPK, rasionalisasi anggaran yang didengungkan sebagai solusi untuk persoalan keuangan daerah yang didengungkan oleh Pj Walikota sejauh ini tak lebih dari upaya menghambat dan memangkas program kerakyatan sehingga tidak dapat berjalan maksimal lalu dialihkan kepada TPP ASN, itupun hanya baru dibayar beberapa bulan saja.
"Sejauh ini Pj Walikota terlihat memfokuskan prioritas alokasi anggaran untuk ASN, sementara program kerakyatan dan peningkatan kesejahteraan belum tersentuh sama sekali. Bahkan menjelang triwulan akhir tahjn anggaran 2022 masih sangat banyak program kerakyatan dan keagamaan tak kunjung dimulai bahkan sebagian besar SPD kegiatan keagamaan dan kerakyatan banyak yang ditahan dengan alasan tak tersedia anggaran. Belum lagi, jika kita bicara Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang jauh dari target sehingga sejumlah program kerakyatan dan keagamaan berpotensi dipangkas karena capaian PAD Banda Aceh yang amburadur, bahkan sejauh ini masih banyak sumber PAD yang belum diinvetalisir, ditracking dan dikutip. Sebagai contoh banyak titik parkir belum jelas sumbangsing PAD nya, belum lagi sewa lapak yang milik keluarga atau saudara pejabat masih menunggak, yang ditingkatkan hanya sebatas pajak pamplet untuk sejumlah usaha rakyat atau UMKM,"bebernya.
Kemudian, dari pelaksanaan program penanganan stunting juga masih cenderung jalan di tempat dan seadanya saja. "Selain program GISA yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh, faktanya Pj Walikota Banda Aceh tidak terlihat melakukan program apapun terkait stunting apalagi terobosan baru dalam penanganan stunting. Kendatipun ada penurunan angka stunting, itu masih sebatas imbas dari program GISA saja, padahal jika Pemkot lebih serius maka persoalan stunting di Banda Aceh dapat tertangani dengan lebih baik," jelasnya.
Sementara untuk program pendidikan tentunya tidak sebatas kepada alokasi anggaran yang telah disediakan pada APBK T.A. 2022, tetapi lebih kepada capaian peningkatan mutu pendidikan yang mesti dipertanggung jawabkan oleh Pj Walikota.
"Banda Aceh pada akhir tahun 2021, mencatatkan pencapaian IPM 85,71 dan dinobatkan sebagai peringkat kedua nasional. Jika hal ini tidak bisa dipertahankan atau ditingkatkan maka akan sungguh memilukan," ujarnya.
Berikutnya, hal yang terus menerus membangga-banggakan telah membawa pulang dana alokasi khusus (DAK) Tahun Anggaran sebesar Rp 47,9 miliar dari APBN terkesan berlebihan, pasalnya alokasi DAK tersebut merupakan alokasi yang memang diberikan oleh pusat kepada semua kabupaten/kota berdasarkan data usulan dan kebutuhan suatu daerah. Sungguh aneh, Pj Wali Kota Banda Aceh terus membangga-banggakan membawa pulang DAK sebesar Rp 47,9 miliar hingga memasang baliho dimana-mana dan melaporkan hal itu sebagai sebuah prestasi ke Mendagri, padahal nominal perolehan DAK Banda Aceh pada tahun 2023 itu menurun. Jika melihat pada Tahun Anggaran 2022, DAK Banda Aceh mencapai Rp 70 miliar dan jika digabungkan DAK dan DID mencapai Rp 120 miliar, sementara, alokasi DAK tahun 2023 yang dibangga-banggakan oleh Pj Wali Kota Bakri Siddiq tersebut hanya sebesar Rp 47,9 miliar, intinya ada penurunan sekitar Rp 22 Milyar,"paparnya.
Untuk persoalan pembangunan Bendung Karet yang diusulkan sebesar Rp 120 M ke kementerian PUPR juga bukan capaian karena hal itu memang sudah berulang kali diusulkan namun tidak kunjung terealisasi sehingga tak bisa dianggap capaian. "Seharusnya yang juga tak kalah perlu didorong dan dimaksimalkan oleh Pj Walikota itu bagaimana air bisa rutin, jaringan pipa bisa masuk ke setiap lokasi di Banda Aceh, jangan sampai ada kawasan yang malah tak ada jaringan PDAM nya seperti kawasan Lingke atau sejumlah kawasan lainnya misalkan masih ada yang belum ada jaringan pipanya,"tambah Ikhwan.
Selain itu, untuk persoalan pelayanan publik di Banda Aceh juga tak layak di klain sebagai capaian Pj Walikota. Pasalnya pelayanan publik melalui MPP di Kota Banda Aceh memang sudah diakui oleh Kemenpan RB. "Banda Aceh di awal tahun 2020 sudah mendapatkan Penghargaan kasta tertinggi pelayanan publik dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) dan sudah mendapat nilai A Pelayanan Prima. Seharusnya Pj Walikota lebih kepada agar bisa mempertahankan capaian itu. Jika memang serius untuk persoalan informasi publik kenapa tidak Pj Walikota memaksimalkan keterbukaan informasi publik hingga ke tingkat gampong-gampong, itu baru namanya capaian baru," katanya.
Hal lain yang tak kalah memilukan juga persoalan UMKM di Banda Aceh. Pada pemerintahan sebelumnya pertumbuhan UMKM di Banda Aceh sudah mencapai 92 persen dari total 8.900 unit pada 2016 menjadi hingga 17.080 unit usaha terhitung Februari 2022. "Namun sayangnya di bawah kepemimpinan Bakri Siddiq belum terlihat adanya inovasi terobosan baru untuk kemajuan UMKM di Banda Aceh. Mirisnya lagi, biasanya secara rutin ada bantuan dari pemko untuk pertumbuhan UMKM, sementara hingga saat ini belum terlihat berapa banyak bantuan yang sudah diberikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan UMKM, bahkan secara ril bisa saja program bantuan untuk UMKM pun sudah banyak dipangkas ketika rasionalisasi anggaran, karena sudah hampir memasuki november 2022 realisasinya belum menunjukkan hasil nyata," imbuhnya.
Selain itu, persoalan MCP yang dilaporkan Bakri Siddiq juga masih berkisar diangka 81 persen, dan tentunya itu bukan capaian karena memang sebelumnya di angka 81%. "Walaupun sejak dulu MCP Banda Aceh memang tertinggi di Aceh, namun juga belum mencapai target KPK yakni 95%. Intinya masih jalan ditempat,"ungkapnya.
Dia menilai, selain hanya sebatas klaim yang sudah ada, hampir tak ada terobosan baru yang dilakukan oleh Pj Walikota Bakri Siddiq. Bahkan, kita khawatir banyak capaian di kota Banda Aceh sebelumnya malah akan menurun drastis di bawah kepemimpinan Bakri Siddiq sebagai Pj Walikota. "Pj Walikota selama ini terlihat lebih fokus pencitraan dan seremonial belaka ketimbang hasil riil di masyarakat. Hal yang lebih ironis lagi Pj Walikota malah lebih tertarik dan berkhayal dengan program ratusan milyar hingga triliunan rupiah seperti oto ringroad dengan kebutuhan biaya mencapai 5 trilun rupiah, atau pembangunan fly over pango di sebelah kawasan Aceh Besar yang bukan domain nya pemko. Apakah wacana cet langet itu juga akan dianggap capaian padahal secara rilnya program-program jangka pendek yang semestinya dapat dilakukan malah terbaikan. Kalau bisa jujur hampir tak ada capaian riil sama sekali selama kepemimpinan Bakri Siddiq bahkan kemungkinan terjadi penurunan capaian hingga semakin sembrawut berpotensi akan terjadi," tutupnya.
Post a Comment