nasional
Opni: Kritik & Masukan Dari Warga Pada Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan & BPJS Kesehatan Masih Dianggap Rongrongan
Jacob Ereste
Meski Pemerintah telsh melakukan harmonisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan (Jamsostek) sebagai evaluasi dari pelaksanaan tahun lalu yang tercatat cukup banyak mengalami masalah, toh kebrengsekan pelayanan untuk pederts Jamsostek Ketenagakerjaan yang cukup mewah fasilitas fan gajinya itu tetap saja mengecewakan peserta Jamsostek. Agaknya, itu juga yang membuat keengganan banyak perusahaan termasuk para karyawan atau butuh memjadi tidak tertarik ikutan menjadi peserta Jamsostek. Meski telah banyak regulasi aturan yang menggiring para buruh, karyawan serta pegawai agar ikut kepesertaan Jamsostek. Catatan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada sejumlah masalah terkait dengan program tersebut, di antaranya; program manfaat Penyakit Akibat Kerja (PAK) bergesekan dengan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), sehingga menimbulkan tidak terbayarnya pengobatan atas risiko PAK. Kedua, manfaat Jaminan Pensiun yang masih kecil, serta tidak adanya peta jalan iuran menuju 8 persen; ketiga, adanya penarikan lebih awal manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) setelah pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 19/2015. Dalam kajian yang dilakukan Kemenaker mengenai jaminan sosial, diakui cukup banyak masalah dalam regulasi sistem jaminan sosial dan badan penyelenggaranya. Beberapa di antaranya, belum adanya lembaga yang berwenang menentukan ada/tidaknya kesalahan dalam pengelolaan dana jaminan sosial yang menimbulkan kerugian finansial serta aturan mengenai tanggung jawab dewan pengawas (Dewas) yang bersalah atau lalai dalam melaksanakan tugas pengawasan terhadap BPJS. Kemudian, mekanisme kerja dan mekanisme penyelesaian masalah antara dewas dan direksi dalam hal pihak mana yang berwenang mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap BPJS jika ada dugaan bahwa badan tersebut melakukan perbuatan melawan hukum, serta beberapa masalah terkait lainnya. (Bisnis.Com, 18 Januari 2021). Sama seperti yang dikeluhkan Mohammad Jamil sebagai peserta yang sudah berulang kali melakukan klarifikasi tentang keanggotaannya pad BPJS ketenagakerjaan yang brengsek administrasinya, sebab sudah berulang kali diupayakan perbaikan dan pembenaganan pada administrasi kepesertaannya di BPJS ketenagajwrjaan, toh tidak juga kunjung selesai. Padahal upayanya sudah mentok sampai kantor BPJS Ketenagakerjaan di Tangerang. (Baca Jacob Ereste : Kebrengsekan Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Tangerang, 21 Juli 2022). Artinya, dengan administrasi BPJS Ketenagakerjaan yang ambruk adul itu, bagaimana mungkin buruh, pekerja serta karyawan yang diwajibkan untuk menjadi peserta bisa percaya untuk memperoleh hak-haknya ketika sampai pada waktu dananya itu diperlukan ? Presiden Joko Widodo memang sudah memerintahkan kepada Badan Perencanasn Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk mengorganisir proses harmonisasi regukasi masalah yang terkait dengan jaminan sosial masyarakat itu. Tapi kesannya yang terjadi, pihak BPJS cukup puas dengan konsisinya yang ada sekarang, bisa menerima gaji besar dan menikmati fasilitas lainnya, tanpa hasrat untuk meningkatkan kualitas pelayanan seperti yang banyak dikeluhkan warga masyarakat. Termasuk keengganan mereka yang lain untuk ikut menjadi peserta BPJS Ketenagakwrjaan maupun Kesegatan. Sementara itu, pihak pemerintah terus memasang berbagai bentuk jaring perangkat agar semua warga masyarakat dapat menjadi peserta aktif, sementara pelayanan yang semestinya dilakukan tetap jeblok. Disebutkan memang sejumlah aturan yang berkait dengan BPJS itu diantaranya UU No. 40 Tahun 2004 Tentabg Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No. 24 Tahun 2011 Tentabg BPJS, UU No. 11 Tahun 1992 Tentang Dana Pensiun yang sudah dientit oleh para koruptor, termasuk dana Asabri dan sejumlah BUMN Asuransi. Bahkan yang konyol, Bappenas justru mengusulkan agar aturan dan perundang-undangan terkait itu diharmonisasikan ke dalam aturan turunan dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dianggap kalangan buruh justru menjadi malapetaka itu. Setidaknya, toh sampai tulisan ini diturunkan UU malapetaka itu masih bermasalah setelah mendapat keputusan dari MK untuk dikaji ulang. Jadi wajar bila anggota kepesertaan BPJS itu (Ketenagakerjaan maupun Kesegatan) terkesan ogah diikuti oleh masyarakat. Karena yang terkesan hanya ingin mengerti duit rakyat semata, bukan hendak memberikan pelayan yang seharusnya dilakukan. Dan pelayanan itu seharusnya mulai dari administrasi kepesetaan sampai manfaatnya bagi rakyat. Pelayanan terhadap publik oleh instansi pemerintah umumnya memang sangat memprihatinkan. Apalagi pemerintah terkesan hanya ingin menangguk dana sebesar-sebesarnya dari berbagai sumber yang ada pada masyarakat, sementara kualitas pelayanan tidak mendapat perhatian. Akibat langsung dari pelayanan yang buruh itu wajar bika muncul tagar yang memboikot ajakan tidak membayar pajak. Reaksi serius pun, dari Menteri Keuabgan Sri Mulyani Indrawati terhadap tagar Stop membayar pajak itu, pun ditanggapi miring. (NKRIPost, 21 Juli 2022). Karena menurut Sri Mulyani Indrawati, mereka yang tidak mau bayar pajak itu dia artikan tidak mencintai Indonesia. Karena tidak ingin Indonesia maju, tandasnya. Jadi reaksi rakyat yang kecewa atas pelayanan pemerintah pada berbagai instansi yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat itu tidak disikapi secara bijak. Padahal, reaksi warga masyarakat serupa itu-- seperti tagar untuk menarik semua dana yang ada di bank misalnya-- justru tidak hendak dilihat akar masalah penyebabnya. Contoh kasus kebobrokan administrasi BPJS Ketenagakerjaan -- termasuk BPJS Kesehatan yang banyak membuat kekesalan serta keluhan warga masyarakat -- justru dinilai sebagai rongringan, bukan masukan untuk melakukan perbaikan dan mengaca diri. (Penulis: Jacob Ereste)
Banten, 22 Juli 2022
Via
nasional
Post a Comment