Aceh Utara, newsataloen.com - Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Muara Satu, Kota Lhokseumawe serta Kecamatan Nibong, Matangkuli, Pirak Timu, Tanah Luas, Syamtalira Aron, Dewantara, Banda Baro, Sawang dan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara merupakan kawasan industri raksasa yang pernah beroperasi puluhan tahun di Aceh.
Seharusnya kawasan ini tidak lagi terlihat adanya keluarga miskin apalagi yang tidak memiliki lahan untuk membangun rumah. Justru yang terlihat masyarakatnya yang berada dilingkungan industri industri
raksasa tersebut banyak bergelut dengan persoalan kemiskinan.
Ironisnya lagi, kantong-kantong kemiskinan berada di luar pagar kawasan industri tersebut, seperti Exxon Mobil, PT Arun dan PT PIM. Sementara PT AAF sudah dibeli oleh PT PIM setelah tinggal kerangka besi tua, Begitu juga PT KKA sekarang dalam proses likuidasi. Himpitan kemiskinan kian mencekam menyusul berakhirnya era gas di perut bumi Desa Aron, Aceh Utara setelah Exxon Mobil bersama PT Arun sudah hengkang dari Aceh setelah menyedot habis gas di Desa Aron tersebut.
Dengan berakhirnya era gas di Aceh Utara itu warga disekitar kawasan industri industri raksasa tersebut kini bagai anak ayam
kehilangan induk tidak tahu harus berbuat apa untuk menumpang hidupnya. Ironi memang, warga yang tinggal disekitar pabrik pabrik itu
umumnya masyarakat tergusur oleh pembangunan industri raksasa itu.
Nasib mareka kini dapat diumpamakan, setelah jatuh tertimpa tangga lagi. Artinya setelah terkena gusuran yang harus pindah dari kampung halamannya kini kehilangan mata pencaharian akibat terkena PHK dari
industry yang sudah tutup. Lebih memprihatinkan lagi kalangan mareka yang tinggal disekitar proyek vital itu tidak memiliki lahan untuk membangun rumah.
“Kami ini umumnya masyarakat tergusur yang merupakan korban dari pembangunan
industri,"ujar beberapa warga yang tinggal diantara deretan gubuk - gubuk yang dibangun sepanjang jalan pipa gas milik Pertamina, kawasan Krung Geukueh kecamtan Dewantara, Selasa (26/4/2022).
Dalam kondisi ini mareka mengistilahkan terhadap warga yang tinggal disekitar proyek vital itu dengan istilah bila mati gajah ada tinggal gading, mati harimau tinggal belang, kalau mati industri tinggal apa, selain memperbanyak pengangguran dan keluarga miskin.
“Pemerintah harus memikirkan nasib kami, korban gusuran industri
raksasa itu”, keluhnya.
Suryadi juga menyinggung terhadap masih minimnya upaya pengentasan kemiskinan baik yang dlakukan pemerintah maupun kalangan
industri.
“Harusnya pemerintah dan kalangan industri lebih peka melihat nasib keluarga miskin korban gusuran atau korban PHK yang saat
ini terlunta lunta. Sementara warga di kecamatan Muara Satu Kota Lhokseumawe yang masuk dalam lingkungan PT Arun juga mengaku, saat ini ada seratusan kepala keluarga (KK) yang tidak memiliki lahan tempat tinggal dan rata-rata juga dalam kondisi terhimpit kemiskinan. Mareka ini menumpang tinggal di lahan milik Pertamina
Terhadap warga ini, menurut mareka, sebelumnya Pemko Lhokseumawe sudah berupaya untuk mencari lahan ke daerah lain, namun belum berhasil. Untuk warga yang sebahagiannya berpencaharian sebagai nelayan meminta pemerintah untuk serius memikirkan hari depan nasib mareka
Lain halnya pengakuan sejumlah warga di Desa Aron, yang merupakan kawasan ladang gas terbesar di Asia Tenggara, kondisinya lebihbmemprihatinkan lagi. Hampir 40 tahun Exxon Mobil dan perusahaan pendahulunya Mobil Oil melakukan eksplorasi dan menyedot gas di Desa Aron, warga sekitar cuma bisa menonton terhadap fasilitas yang digunakan mareka. Pembangunan yang dilakukan hanya untuk kelancaran beroperasi Exxon. Nyaris tidak terlihat warga disekitarnya mendapat kucuran dan ikut menikmati hasil kandungan gas di desa mareka yang mencapai puluhan trilyun kaki kubik. Tolong wartawan datang ke Desa Aron untuk melihat langsung apa saja peninggalan Exxon Mobil kecuali mungkin hanya racun mercury atau zat air raksa,” timpa mareka. (Usmancutraja/Mahdi).
Post a Comment